This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Saturday 23 January 2016

Apakah Sabar Ada Batasnya?





Dalam dinamika kehidupan tentu mempunyai perputaran nasib yang berbeda, serta masalah yang kian silih berganti. Ada orang yang awalnya meresakan kebahagiaan yang tiada tara, namun sekejab dapat jatuh dan meresakan penderitaan yang begitu berat. Seperti pengusaha sukses ketika bangkrut pasti merasakan keresahan dan kegelisahan yang begitu menyakitkan. Tidak hanya itu, dalam perputaran sosial kehidupan disekitar kita, tidak jarang telinga ini mendengarkan celaan bahkan hinaan, sehingga serentak dalam diri untuk membrontak dan melampiaskan api kemarahan yang telah membara dalam jiwa. Dari berbagai permasalahan yang dialami oleh anak adam ini, yang dapat menopang dirinya demi menghadapai segala bentuk permasalah adalah dengan pengendalian diri untuk senantiasa sabar. Namun apakah memang sabar tidak ada batasnya? Penulis ingin mencoba untuk mengklarifikasi sabar itu sendiri.
Sabar merupakan sifat mulia yang harus senantiasa diperjuangkan. Dan sebenarnya kesabaran adalah timbul dari pengendalian diri dari potensi marah. Ketika seorang dapat mengendalikan potensi marah dengan baik, maka ia akan senantiasa mengatasi segala bentuk masalah dengan sabar. Sifat ini sangat mulia sekali sampai tuhan berfirman dalam Al-Qur’an yang berbunyi :
Ùˆَاصْبِرُوا Ø¥ِÙ†َّ اللهَ Ù…َعَ الصَّابِرِينَ
Dan bersabarlah! Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal:46)
Dari ayat ini jelas sekali bahwa orang yang sabar berarti ia telah memilih jalan untuk selalu bersama Tuhan, dalam artian senantiasa mendapatkan perlindungan dan rahmatnya. Dan dengan kesabaran pula, Allah akan memilih menusia untuk menjadi pemimpin dimuka bumi ini. Sebagaimana firman-Nya Dalam Al-Qur’an yang berbunyi :
ÙˆَجَعَÙ„ْÙ†َا Ù…ِÙ†ْÙ‡ُÙ…ْ Ø£َئِÙ…َّØ©ً ÙŠَÙ‡ْدُونَ بِØ£َÙ…ْرِÙ†َا Ù„َÙ…َّا صَبَرُوا ÙˆَÙƒَانُوا بِئَايَاتِÙ†َا ÙŠُوقِÙ†ُونَ
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajdah: 24)
Pemimpin adalah sosok panutan yang harus memberikan contoh kepada bawahannya, dan resiko sebagai pemimpin adalah harus berani dan bijaksana dalam mengahadapi segala bentuk permasalahan. Terlebih seorang pemipin harus menerima segala bentuk teguran pedas, bahkan sampai hinaan celaan atau sebuah kebijakan yang tidak sepihak dengan bawahannya. Sangat naïf sekali jika seorang pemimpin ketika ditegur atau dikritik jenggotnya hangus terbakar. Maka salah satu bekal yang harus tertanam terlebih dahulu sebelum ia menjadi pemimpin adalah sifat sabar dan pengendalian diri. Sehingga dengan bekal utama ini pemimpin akan dapat merealisasikan semua program yang telah terencenakan dengan baik. Menelisik dari pernyataan ini, maka ayat di atas sangat relevan sekali bahwa Tuhan akan mengangkat orang-orang yang sabar menjadi pemimpin para umatnya.
Sejenak mari kita menoleh sejarah para Nabi yang rata-rata kegidupanya penuh dengan cobaan. Sampai Allah memberikan gelar pada lima nabi yang mempunyai prestasi kesabaran tinngkat tinggi yakni gelar ulul azmi. Kita ambil contoh kisah Nabi kita Muhammad SAW sewaktu dilempar kotoran oleh kafir, beliau sama sekali tidak marah bahkan Nabi Muhammad malah mendoakan ketika orang kafir itu sedang dilanda sakit. Ini masih salah satu contoh kesabaran Nabi, padahal banyak penderitaan yang dialami oleh Nabi tapi tetap saja dihadapi dengan kesabaran. Sehingga sangat wajar sekali kalau nabi diangkat oleh Allah menjadi pemimpin dunia bahkan sampai di akhirat. Kisah ini paling tidak sebagai bahan batu loncatan dan barometer tingkat kesabaran kita saat ini. Jangan sampai hanya kerena dihina atau dituding oleh teman sekitarnya kita langsung melampiaskan dengan kemarahan yang tiada batasnya.
Begitu besar pahala yang berikan kepada orang yang sabar, sehingga Allah menegaskan dengan kata maiyah (kebersamaa). Bersama dengan Tuhan atas rahmat dan kasih sayangnya merupakan kenikmatan yang puncak. Betapa tidak, Tuhan yang selalu kita dambakan dan kita puja senantiasa memancar namanya dalam hati. Ini kenikmatan yang luar biasa. Maka teruslah berjuang untuk senantiasa mengendalikan diri dengan sabar dalam segala aktifitas sampai tidak ada batasnya.   



BAB I
PENDAHULUAN

            Diantara keistemewaan manusia adalah bisa berfikir, berbeda dengan makhluq yang lain. Dan sudah menjadi barang tentu, kita sebagai makhluq yang bertuhan untuk memelihara dan mengoptimalkan kinerja otak yang telah dianugrahkanNYA. Sangat disayangkan jika seseorang tidak bisa  memanfaatkan otaknya untuk  berfikir dan merenungkan sesuatu, sementara dengan orang berfikir akan bisa mengethui hakikat suatu dengan sebenar-benarnya dan akan bisa mengetahui apa yang sebelumnya ia tidak ketahui.
            Disamping itu, tidak semua orang memiliki daya fikir dan inteligensi yang sama. Sehingga kita bisa mengklasifikasikan daya berfikir atau konsep seseorang,begitu juga dalam hal tingkatan ingatan yang kita miliki. Dan untuk lebih jelasnya penulis akan sedikit memaparkan pengklasifikasian berfikirnya seseorang menurut konsep psikologi yang  sudah terangkum dalam makalah ini.

BAB II
PEMBAHASAN

BERFIKIR

A.           Cara Memperolah Konsep Atau Pengertian

            Untuk memperoleh pengertian ada beberapa macam cara, diantaranya adalah:
  1. Dengan tidak sengaja
Pengertian yang diperoleh dengan tidak sengaja, ini yang sering disebut pengertian pengalaman. Tetapi ini tidak berarti bahwa pengertian yang diperoleh dengan sengaja itu bukan melalui pengalaman. Yang disebut pengertian pengalaman disini adalah pengertian yang diperoleh dengan secara tidak sengaja, diperoleh sambil lalu dengan melalui pengalaman-pengalaman. Misalnya pengertian anak pada umumnya diperoleh melalui pengalaman, tidak dengan sengaja. Proses memperolehnya pada umumnya melalui proses generalisasi, kemudian atas daya berfikirnya timbul proses diferensiasi, yaitu proses membedakan satu dengan yang lain.  
  1. Dengan  sengaja
Pengertian yang diperoleh dengan sengaja, yaitu usaha dengan sengaja untuk memperoleh pengertian atau konsep, yang kadang-kadang disebut sebagai pengertian ilmiah. Karena pengertian atau konsep ini diperoleh dengan sengaja, maka pengertian ini dibentuk dengan penuh kesadaran. Prosedur memperolehnya berbeda dengan prosedur pada pengertian yang tidak sengaja. Prosedurnya melalui beberapa tingkatan. Misalnya seseorang ingin mendapatkan pengertia atau konsep mengenai gas, maka diperlukan beberapa tingkatan yaitu:
a)      Tingkat Analisis
Yaitu tingkat atau taraf oranf mengadakan analisis terhadap bermacam-macam gas, dan masing-masing gas diteliti sifatnya, dan semua sifat itu dicatat secara seksama,
b)      Tingkat mengadakan komperasi
Yaitu tingkat mengkimperasikan sifat-sifat yang diperoleh satu dengan yang lain, dicari sifat-sifat yang umum dan yang khusus.
c)      Tingkat Abstrak
Yaitu tingkat menyatukan sifat-sifat yang sama dan menyampingkan sifat-sifat yang tidak sama.
d)     Tingkat Menyimpulkan
Yaitu tingkat menarik kesimpulan setelah mengadakan abstraksi dan memberikan pengertian atau konsep bahwa “gas itu benda yang selalu memenuhi tempatnya”.

            Dengan melalui proses belajar orang akan banyak memperoleh pengertian atau konsep. Karena pengertian dapat diperoleh dengan belajar, maka factor transfer akan banyak berpengaruh dalam kaitannyamendapatkan pengertian. Transfer dapat positif tetapi dapat juga negative. Bila seseorang telah mempunyai pengertian atau konsep dan konsep ini membantu dalam memperoleh pengertian atau konsep baru, ini yang dimaksud dengan transfer positif. Namun sebaliknya kalau pengertian yang telah ada itu justru menghambat dalam memperoleh pengertian baru, ini yang dimaksud dengan transfer negative akan menghambat dalam memperoleh konsep atau pengertian baru.

B.             Problem Solving
            Secara umum dapat dikemukakan bahwa problem itu timbul apabila ada perbedaan atau konflik antara keadaan satu dengan yang lain dalam rangka untuk mencapai tujuan, atau juga sering dikemukakan apabila ada kesenjangan antara das sein dan das Sollen. Contoh dimuka menggambarkan adanya problem yang harus dipecahkan oleh siswa yang mendapatkan tugas dari gurunya. Siswa yang mendapatkan problem itu akan berfikir untuk mencari pemecahannya. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa dalam problem solving itu adalah directed, yang mencari pemecahan dan dipacu untuk mencapai pemecahan tersebut.
            Banyak aturan atau kaidah dalam memecahkan masalah. Ada dua hal yang pokok, yaitu aturan atau kaidah algoritma dan horistik.
            Algoritma merupakan suatu perangkat aturan, dan apabila aturan ini diikuti dengan benar maka aka nada jaminan adanya pemecahan terhadap masalahnya. Misalnya apabila seseorang harus mengalikan dua bilangan, maka apabila orang yang bersangkutan mengikuti aturan dalam hal peekalian dengan benar, akan adanya jaminan orang tersebut memperoleh hasil terhadap pemecahan masalahnya. Namun demikian banyak persoalan yang dihadapi oleh seseorang tidak dikenakan aturan algoritma, tetapi dikenai aturan atau kaidah horistik, yaitu merupakan strategi yang biasanya didasarkan atas pengalaman dalam menghadapi masalah, yang mengarah pada pemecahan masalahnya tetapi tidak memberikan jaminan akan kesuksesan.
            Strategi umum horistik dalam menghadapi  masalah, yaitu bahwa maslah tersebut dianalisis atau dipecah-pecah menjadi masalah-masalah yang lebih kecil mesing-masing mengarah kepada pemechannya.
            Dalam rangka pemecahan masalah ini apabila diamati akan yerdapatr adanya perbedaan dalam langkah-langkah yang diambil.

INTELIGENSI

A.            Terori Orientasi Proses (Process- Oriented Theoris)
            Teori ini mendasarkan atas orientasi bagaimana proses intelektual dalam pemecahan masalah. Para ahli lebih cenderung bicara mengenai proses kognitif ( Cognitive Processes) dari pada inteligensi, tetapi dengan maksud  tentang hal yang sama (Morgan, Dkk., 1984)
            Jean piaget merupakan salah seorang pendukung teori ini. Seperti diketahui jean peaget belajar dalam biologi, dan kemudian juga dalam hal filsafat, khusunya epistemology. Namun ia kemudian bekerja dilaboratorium binet dam membantu dalam standardisasi test. Dari sinilah jean peaget tertarik pada maslah psikologi khususnya dalam intellectual ability. Selanjutnya peaget melihat bagaimana pekerbangan dari intellectual ability ini, namun hal itu dikemukakan dengan pengertian kognitif.
            Teori proses informasi mengenai inteligensi (information processing theories) mengemukakan bahwa inteligensi akan diukur dari fungsi-fungsi seperti sensoris, koding, ingatan, dan kemampuan mental yang lain termasuk belajar dan menimbulkan kembali (remembering).

B.             Pengungkapan Inteligensi
            Telah dipaparkan didepan bahwa masing-masing individu berbeda-beda dalam segi inteligensinya. Karena berbeda dalam segi inteligensinya, maka individu satu dengan individu yang lain tidak sama kemampuannya dalam memecahkan sesuatu masalah yang dihadapinya. Mengenai soal perbedaan inteligensi ini ada pandangan yang menekankan pada perbedaan kualitatif dan pandangan yang kmenekankan pada perbedaan kuantitatif.
Pandangan yang pertama berpendapat bahwa perbedaan inteligensi individu satu dengan yang lain itu memang secara kualitatif berbeda, yang berarti bahwa pada dasarnya memang telah berbeda inteligensi individu satu dengan individu yang lain. Pandangan yang kedua menitik beratkan pada perbedaan kuantitatif, yang berarti perbedaan inteligensi itu semat-mata karena perbedaan materi yang diterima atau Karen perbedaan dalam proses belajarnya. Perbedaan dalam proses belajar akan membawa dalam segi inteligensinya.
Baik pandangan yang pertama maupun pandangan yang kedua, kedua-duanya mengakui bahwa individu satu dengan individu yang lain berbeda dalam segi inteligensinya. Persoalan yang timbul ialah bagaimana orang dapat mengetahui taraf inteligensi itu.
Untuk dapat mengetahui taraf inteligensi seseorang, orang menggunakan tes inteligensi. Dengan  tes inteligensi diharapkan orang akan dapat mengungkap inteligensi seseorang,dan akan dapat diketahui tentang keadaan tarafnya. Orang yang dapat dipandang sebagai orang yang pertama-tama menciptakan tes inteligensi adalah binet.   
Seperti telah dijelaskan di depan setelah binet menciptakan inteligensi, maka tes inteligensi tersebut berkembang dengan pesatnya. Tes inteli gensi binet pertama kali disusun pada tahun 1905, yang kemudian mendapatkan bermacam-macam revisi baik dari binet sendiri maupun dari para ahli yang lain. Tes yang disusun dalam tahun 1905 itu kemudian direvisi oleh binet sendiri pada tahun 1908 sebagai revisi pertama, dan pada tahun 1911 diadakan refisi lagi sebagi refisi yang kedua.
Dalam tahun 1916 tes binet direvisi, dan diadaptasi disesuakan penggunaannya di Amerika yang dikenal dengan revisi Terman dari Stanford University dan dikenal dengan Stanford Revision, juga dikenal dengan tes Inteligensi Stanford-Binet (Morgan, dkk, 1984).disamping itu juga digunakan pengertian Intelligence Quentient atau disingkat IQ, sesuatu pengertian yang popular. Untuk memperoleh IQ digunakan rumus IQ = MA / CA. untuk menghindarkan adanya angka pecahan maka tersebut kemudian dikalikan dengan 100, sehingga rumus tersebut berbentuk: IQ = MA/CA x 100. MA adalah merupakan Mental age atau umur mental, dan CA adalah chronological age atau umur kronologis, yaitu umur yang sebenarnya (Anastasi, 1976; Morgan, dkk., 1984).
Dalam tahun 1949 diciptakan test Wechsler Intelligence Scale for Children atau sering dikenal dengan tes inteligensi WISC, yang khusus diperuntukkan anak-anak. Klasifikasi IQ adalah:
Very Superior              : IQ di atas 130
Superior                       : IQ 120-129
Bright Normal             : IQ 110-119
Average                       : IQ 90-109
Dull Normal                : IQ 80-89
Borderline                   : IQ 70-79
Mentak defective        : IQ 69 dam kebawah
(Harriman, 1958:165)
BAB III
PENUTUP

A.           KESIMPULAN
Dari pemaparan makalah diatas bisa diambil kesimpulan bahwa dalam pengertian seseorang ada yang diperoleh dengan sengaja dan ada yang tidak dan ada yang tidak disengaja, hal ini disebabkan karna ada dan tidaknya kesadaran seseorang dalam mengambil suatu pengertian. Terkadang seseorang telah mendapatkan suatu pengertian akan tetapi sebelumnya dia tidak bermaksud untuk mencari pengertian itu. Dan ada juga seseorang memang bemaksud untuk mencari suatu pengertian itu, yang dalam hal ini disebut dengan pengertian yang ilmiah.
   Dan dalam hal inteligensi, setiap individu mempunyai inteligensi yang berbeda, sehingga seseorang mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapinya.
B.            SARAN
Setelah Penulis dapat menyelesaikan makalah ini, kami harapkan saran dan kritik dari bapak pembimbing dan rekan-rekan sekalian demi kesempurnaan makalah ini. Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi yang membaca. Amien
DAFTAR PUSTAKA
Walgito, Bimo, 1980. Pengantar Psikologi Umum : Andi.:Yogyakarta

Friday 22 January 2016

Moment Yang Tak Akan Terlupakan






16 November 2015, saya mengikuti pelatihan workshop peningkatan tutor wajar dikdas ULA dan Wustho di Hotel Balava Malang. Acara ini diselenggarakan oleh PD Pontren Kementrian Agama Kabupaten Malang.  Saya dan dua orang teman pengurus ditambah Kiai beserta Istrinya adalah perwakilan dari Pondok Pesantren “Raudlatul Ulum”. Saya dan teman pengurus berangkat dari pesantren dengan berpakai rapi tampa memakai songkok karena memang yang kami bayangkan hanya menjadi pesarta pelatihan, jadi baju dan celana jin saya kira sudah cukup rapi.
Setelah sampai di Hotel yang baru diresmikan itu, kami dan Kiai saya, Kiai Nashihuddin Khozin beserta Istrinya Ny. Luluk Mamluah masih memuaskan diri berfoto selfie menikmati keindahan panorama di dalam Hotel, maklum Hotelnya masih anyar atau mungkin karena sangking jarangnya masuk hotel. Selang beberapa menit setelah itu, Hp temen saya yang humoris Suda’I Dauda berbunyi, dan ternyata menerima SMS dari Kiai saya yang waktu itu sedang berbincang dengan panitia. Isi dari sms tersebut menyuruh saya untuk menjadi pembaca ayat-ayat suci Al-Qur’an dalam acara pumbukaan yang akan segara dimulai. Tersentak kaget saya rasakan, namun karena ini perintah guru sayapun mengiyakan. Dan saya masih ingat surat yang pernah pelajari sewaktu masih aktif belajar qiro’ah.
Tak lama kemudian, acarapun dimulai, rasa gemetar mulai terasa. Kemudian Kiai saya menghampiri,  dan bertanya“kamu punya songkok” tanya beliau. Dan saya langsung megang kepala, rasa gemetar bertambah, kerana saya tidak bawa songkok. Keringat mulai merembes. Takut grogi menjadi satu. Akhirnya saya jawab tidak. Kemudian kiai saya langsung mengambil songkok putih yang dipakainya dan langsung menaruh di kepala saya. Dan untungnya songkok tersebut pas dan lebih tampak agak ganteng, tapi masih lebih jauh kiai saya itu, karena beliau mirip dengan bintang flm India Hrithik Rosan.
Setelah itu Acara kedua pun dimulai yakni pembacaan aya-ayat suci Al-Qur’an, tertancap dalam diri saya harus tampil maksimal dan tidak boleh sampai memalukan. Akhir dengan semangat dan dukungan kiai, saya dapat tampil dengan maksimal dan saya merasa tidak mengecewakan kiai saya.
Moment ini merupakan sejarah yang tidak bisa saya lupakan, dan ini sebagai pembelajaran di kemudian hari agar selalu selalu siap dalam segala hal. Semoga kejadian ini mendapat barakah dan ridho guru dan bermanfaat dikemudian hari. Amin.

Seperti apakah guru yang sebenarnya?




Pendidikan merupakan proses pembentukan generasi yang pintar dan bermartabat. Pendidikan sebenarnya tidak harus terjadi secara formal seperti di sekolah, pondok pesantren dan lain sebagainya. Namun demikian, pendidikan seharusnya dapat diartikan secara luas yakni mencakup segala bentuk penanaman nilai-nilai yang baik. Jangan sangka anak yang ikut ke sawah untuk menanam padi, ikut ke pasar untuk berdagang tidak bisa disebut dengan pendidikan. Padahal hal tersebut kalau dimanfaatkan untuk mencetak anak didik yang baik dapat dijadikan lahan pendidikan, yakni mendidik anak pintar dalam berdagang, jujur, dan ramah pada pengunjung misalnya. Ini tidak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut merupakan proses pendidikan yang ideal.


Terlepas dari itu semua, penulis ingin memberikan kesadaran dalam mendidik anak, murid atau orang lain yang menjadi objek pendidikan. Untuk menumbuhkan rasa berjuang bagi seorang guru dalam mendidik anak generasi yang berkualitas dan bermartabat adalah mengetahui bahwa pada dasarnya semua manusia itu baik. Hanya karena pengaruh lingkungan disekitarnya yang menjadikan anak didik mempunyai karakter bejat. Sebagaimana yang telah disampaikan Nabi bahwa pada dasarnya manusia diciptakan dalam keadaan suci, hanya karena orang tuanyalah yang meyebabkan ia beragama yahudi dan nashrani. Dari hadits ini tidak mengecualikan sikap atau tingkah laku anak didik tergantung bagaimana orang tua mendidiknya.


Nah, dengan kita menyadari bahwa pada dasarnya semua manusia itu baik, maka tidak aka ada guru yang acuh tak acuh pada siswanya. Guru akan terus berusaha dengan segala cara untuk mengarahkan dan mengoptimalkan kembali potensi yang telah dimiliki. disamping itu pula, guru sebenarnya seorang yang tugasnya tidak hanya menajamkan kecerdasan akal seorang anak, melainkan jauh yang lebih penting itu adalah bagiamana anak didik tersebut mempunyai karakter yang baik. Sehingga dengan demikian konsep yang telah populer dalam dunia Pendidikan Islam yakni istilah ta’lim, mta’dib, tarbiyah akan benar-benar terwujud.


Melihat sebegitu beratnya tugas mulia seorang guru, jangan heran jika guru lebih disegani dari seorang yang bukan guru. Kalau penulis bandingkan, tugas lebih berat dan sulit dari pada membangun bangunan cakar langit sekalipun. Membangun hal yang sifatnya konkrit seperti bangunan misalnya, hanya dibutuhkan beberap bulan saja, namun memulihkan karakter anak menjadi baik butuh kesabaran sampai bertahun-tahun bahkan tak jarang yang gagal.


Namun demikian, guru hanyalah bisa berusaha dengan penuh kesabaran. Sementara yang menentukan hasilnya adalah Tuhan. Artinya, disamping guru berusaha, janganlah sampai lupa untuk mendoakan anak didiknya.