Monday 15 February 2016

Membangun Integritas Pemimpim



وعن بن عمر رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلّم قال: كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعيّتِهِ, والأميرُ راعٍ, والرّجُلُ راعٍ على أهلِ بيتِهِ, والمرأةُ رَاعِيَّةٌ على بيتِ زوجِها وَوَلَدِهِ, فكلّكم راعٍ وكلّكم مسئولٌ عنْ رَعِيَّتِهِ. (متفق عليه)

Dari Ibn Umar ra. Dari Nabi saw, beliau bersabda : “ Kalian adalah pemimpin dan kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan kalian. Seorang penguasa adalah pemimpin, seorang suami adalah seorang pemimpin seluruh keluarganya, demikian pula seorang isteri adalah pemimpin atas rumah suami dan anaknya.Kalian adalah pemimpin yang akan dimintai 
pertanggungtawaban atas kepemimpinan kalian”.(HR. Bukhari dan Muslim)

Menelisik dari pernyataan haidts tersebut, maka semua menusia adalah pemimpin. Tak terkecuali itu laki-laki ataupun perempuan. Jika telah terdengan kata pemimpin, maka tentu akan berhadapan dengan tanggung jawab, yang akan dipertanggung jawabkan atas kepemimpinannya. Seorang ayah akan bertanggung jawab untuk melindungi istri dan anak-anaknya, seorang istri bertanggung jawab menajaga harta dan kehormatannya, bahkan sampai seorang presiden pun juga harus bertanggung jawab untuk memakmurkan rakyatnya.
Dengan berbagai macam tanggung jawab sesuai status yang dipimpinnya, ada salah satu hal yang penulis kira sangat urgen untuk diperhatikan, yakni jati diri. Dalam bahasa dunia pendidikan disebut dengan istilah integritas. John C. Maxwel mengungkapkan bahwa integritas adalah tidak mengandalkan siapa yang ada disekitar kita, akan tetapi selalu mempunyai prinsip siapa diri kita, tidak peduli di mana dan dengan siapa berada (John. Maxwell,1995:37).  Dengan mempunyai prinsip ini, pemimpin akan senantiasa mengayati diri sendiri sebelum ia memimpin orang lain.
Seorang yang mempunyai integritas, selalu komitmen dan merasa aman dengan apa yang dilakukanya. Karena ia mengatakan sesuai dengan apa yang dia lakukan. Seorang ayah, tidak akan menyuruh anaknya untuk berkata jorok misalnya, sebelum ayah itu memperbaiki diri untuk tidak berkata jorok didepan anaknya. Dengan ini, pemimpin akan selalu luas untuk memberikan program baru, metode baru, atau tehnik baru untuk mewujudkan sebuah program yang telah direncanakan. Bahkan dengan ini pula pemimpin akan mudah untuk merealisasikannya dengan dasar mempunyai kepercayaan yang kuat.
Langkah awal dalam membangun sebuah kepercayaan adalah harus dimulai dari diri pemimpin itu sendiri. Pemimpin yang bijaksana lebih banyak berbuat dari pada hanya omong kosong yang tidak ada pengaruhnya.  Kualitas dan pengaruh sebuah pernyataan tergantung siapa yang menyatakan. Jika ungkapan “mari sholat” misalnya diungkapkan oleh orang yang benar-benar rajin ibadah, tentu kualitasnya berbeda jika ungkapan tersebut dinyatakan oleh orang jarang beribadah, sekalipun kalimatnya sama. Sehingga tidak heran ketika hadits nabi itu merupakan pernyataan sakral bahkan menjadi sumber hukum, karena memang nabi mepunyai integritas tinggi dan mempunyai hubungan dekat dengan Tuhan.
Nah, ironisnya, dewasa ini tidak jarang seorang pemimpin hanya mendahulukan citra dari pada integritasnya. Mereka hanya menampakkan simbol kebohongan, untuk membuat orang lain mengerti tentang diri kita, tidak berusaha mengerti apa yang ada dalam diri kita sesungguhnya. Citra banyak menjanjikan tetapi sedikit menghasilkan, sementara integritas tidak pernah mengecewakan (John. Maxwell,1995:37).
Dengan demikian, seorang pemimpin tidak hanya mengandalkan kepintaran. Jauh lebih penting dari itu adalah kejujuran, keterbukaan, dan sesuai dengan apa yang dikatakan. Dengan modal integritas ini akan mempermudah untuk mengaktualisasika kepintaranya karena mempunyai pengaruh dan dukungan serta kepercayaan yang kuat. Ann Landers mengatakan “Orang yang mempunyai integritas mengharapkan untuk dipercaya. Mereka juga tahu waktu akan membuktikan bahwa mereka benar dan bersedia menunggu”. Wallahu A’lam.

Disarikan dari bukunya John. C. Maxwell


0 komentar:

Post a Comment